1. Sejarah Panjang
Berdirinya Detik.com
Detikcom awalnya adalah proyek pribadi sebuah perusahaan
penyedia jasa konsultasi, pengembangan, dan pengelolaan web, Agranet Multicitra
Siberkom. Di singkat menjadi Agrako. Untuk mensiasati kondisi perusahaan saat
krisis ekonomi 1997. Agrakom saat itu seperti banyak perusahaan lain juga
menghadapi persoalan. Order jasa web site terhenti, sementara proyek-proyek
e-commerce yang sudah di tangan di tunda oleh klien. Padahal Agrakom yang
berdiri Oktober 1995 dengan investasi yang lumayan gede. Agrakom termasuk salah
satu pelopor Industri konten IT yang menyasar pasar Internet yang mulai di
kenal di Indonesia pada tahun 1993.
Agrakom sempat beberapa kali mengecap manisnya kue
bisnis itu dari beberapa klien besar seperti Kompas Gramedia yang meluncurkan
Kompas Cyber Media untuk berita koran versi Internet atau PT. Tambang Timah
Tbk. Agrakom didirikan oleh Budiono Darsono dan teman teman yang sebagian besar
berlatar belakang Jurnalis, pada masa awal Agrakom berkantor di perkantoran
Stadion Lebak Bulus, namun berhasil menggaet sekitar 10 klien raksasa dari luar
negeri. Antara lain Philips (elektronik), Hair Builder (properti), Anderson
(News), Radio Extreme (Konsultan Sekuritas), Intel dan AIM Service.
Umumnya klien tersebut perusahaan Amerika dan tidak
memiliki kantor di Indonesia. Kepada Agrakom sebagian besar perusahaan tersebut
mempercayakan penggarapan dan pengembangan situs Web mereka. Sebagian lainnya
mengorder jasa pengembangan aplikasi.
Semua kontak bisnis dilakukan melalui email dan
telepon. Preview pekerjaan juga dilakukan melalui Internet. Adapun diskusi
pekerjaan dipresentasikan melalui Chat yang secara khusus dibuat oleh Agrakom.
Nilai proyek yang ditangani terus meningkat, awalnya hanya Rp. 300 juta, lalu
meningkat Rp. 425 juta bahkan sempat sampai mencapai Rp. 1 Miliar.
Tapi kue manis tersebut tak berlangsung lama, Krisis
Moneter 1997 membuyarkan semuanya. Mensikapi kondisi tersebut , kemudian
Budiono Darsono (eks Wartawan DeTik), Yayan Sofyan (eks Wartawan DeTik), Abdul
Rahman (eks Wartawan Tempo) dan Didi Nugrahadi (tetangga rumah Budiono yang
tinggal di Pamulan Tangerang). Empat sekawan ini berpikir keras mencari konsep
jasa web baru yang tetap laku dalam situasi krisis. Ada cerita lain bahwa ide
ini lahir akibat paket layanan baru dan pernah ditawarkan kepada salah satu
penerbit koran besar, namun ditolak. Klien itu justru menyarankan agar Budiono
dan kawan kawannya menggarapnya sendiri.
Dari serangkaian pertemuan, nongkrong di berbagai
tempat, akhirnya konsep itu ditemukan. Yaitu sebuah media yang 100% berbasis
Internet dan memanfaatkan semaksimal mungkin keunggulannya tersedia setiap
saat dan interaktif. Namun gagasan ini masih mentah karena Budiono dan kawan
kawan masih bingung seperti apa wujudnya. Terdapat beberapa alternatif matang
dan tinggal menjiplak saja. Misalnya waktu itu lagi populer sekali Yahoo,
dimana orang yang mau browsing pasti ke Yahoo dulu, buat cari informasi, jadi
ada rencana buat portal seperti Yahoo, atau bikin Web Mail Gratis macam
Hotmail. Tetapi pilihan akhirnya jatuh pada membuat situs berita yang cepat
terupdate dalam hitungan menit, bukan lagi harian seperti koran.
Budiono sangat yakin orang-orang sedang membutuhkan
berita macam begini. Gagasan itu sepertinya mencontek gaya breaking news
televisi CNN tetapi ala internet. Sama juga seperti Yahoo! yang sebetulnya
sudah memakai konsep itu dengan berita update langganan dari pelbagai kantor
berita. Sayangnya, mesin pencari ini masih berbahasa Inggris. Padahal di
Indonesia hanya sedikit orang yang mau baca Web Site berbahasa Inggris.
Detik.com waktu itu memang unik. Jangankan Di Indonesia, di seluruh dunia pun
waktu itu tidak ada Portal Berita macam Detik.com.
Pada awal operasionalnya Budiono menjabat sebagai
pemimpin redaksi sekaligus reporter dengan satu tape recorder. Lalu merekrut
beberapa reporter, sembari rajin menelepon bekas teman-teman wartawan di media
lain untuk menyumbang berita. Beritanya singkat, orang yang sering di telpon
Budiono adalah Sapto Anggoro, redaktur di harian Republika, yang kerap memberi
info baru di lapangan kepadanya.
Tidak lama Sapto justru keluar dari koran itu dan
bergabung, bahkan sekarang tercantum sebagai dewan redaksi Detikcom. Delapan
hari setelah Soeharto lengser, 30 Mei 1998, server Detikcom sudah siap di
akses, namun baru mulai on line dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998.
Berita-beritanya segar, anyar, dan terus menerus diperbaharui dalam hitungan
detik. Desain website berbalut warna khas yang agak norak, hijau, biru, dan
kuning. Warna ini sampai sekarang dipertahankan sebagai trademark. Baru sebulan
Detikcom on line telah ada sekitar 15.000 hits alias yang mengklik situs baru
itu. Perkiraan itu akhirnya terbukti karena dalam waktu singkat Detikcom
menjadi sangat dicari.Satu tahun kemudian, jumlah pengunjung melesat menjadi
50.000 orang perhari, sebuah pencapaian luar biasa mengingat pengguna Internet
yang baru sedikit saat itu.
Banyak cerita tentang sulitnya para reporter
Detikcom menyajikan berita – berita secara tepat waktu. Saat itu belum ada
BlackBerry atau semacam SmartPhone yang bisa mengirimkan email berita dengan
sekali pencet. Telepon genggam (Handphone) apalagi PDA di tahun 1998 – 1999
amat mahal, dan terbatas. Satu satunya jalan adalah memanfaatkan telepon umum
dan setiap pagi para reporter Detikcom terlebih dahulu diwajibkan untuk masuk
ke kantor mengambil beberapa kantung uang recehan. Yang terjadi adalah antrean
panjang telepon umum dan para wartawan itu sering kena omel para pengguna
telepon. Dengan begitu berita yang dikirimkan disiasati lebih singkat dan
pendek.
Keberhasilan Detikcom pun turut menjadi pemicu
munculnya demam Internet di Indonesia pada pertengahan 1999. Ini menyadarkan
banyak konglomerat media yang merasa kecolongan tidak memanfaatkan kesempatan
emas di waktu yang sulit itu. Lagi pula, membangun sebuah situs tidak perlu
modal yang banyak, seperti mendirikan pabrik. Mulailah bermunculan perusahaan
Internet serius didirikan seperti Satunet, Astaga!com. James Riyadi pemilik
Lippo Life membuat Lippo e-Net dan Lippostar. Adapula Mweb, Kopitime, dan BolehNet.
Bedanya portal-portal tersebut banyak yang didirikan hanya untuk mendapatkan
keuntungan sesaat. Investasi awal jor-joran dengan menawarkan pelbagai
fasilitas canggih berbiaya besar yang di gratiskan seperti email, chatting,
kirim SMS dan bahkan webfax gratis, untuk mengundang pengunjung. Setelah
mencatat banyak hits, mereka melepas kepemilikan di bursa saham untuk
mendapatkan dana.
Di kepung oleh pemodal besar membuat Agrakom pun
menjual 15% saham Detikcom kepada Investor asal Hongkong, Pasific Tech seharga
USD2 juta. Uang sebanyak itu berpuluh kali lipat dari investasi awal DetikCom
yang hanya Rp. 40 juta. Dana sebesar itu membuat Detikcom nervous harus
seberapa besar pendapatan yang diperoleh kalau investasinya saja sudah hampir
menginjak belasan juta dollar Pak Budiono Darsono Akhirnya di putuskan belanja
teknologi dikeluarkan seperlunya. Tenaga penjual iklan di rekrut. Bahkan, iklan
dari dotcom lain di terima, termasuk dari kompetitor.
Awal Januari 2000, Detikcom merilis email gratis,
chating, ruang diskusi, dan menambah sejumlah kanal baru. Ciri khas jurnalistik
lebih di pertajam dengan serangkaian kerja sama organisasi kampanye untuk
memasok berita di daerah. Fasilitas SMS dan WebFax gratis yang biaya operasinya
mahal ditiadakan. Tidak ada biaya promosi miliaran rupiah. Tidak ada content
management system seharga ratu san ribu dolar, tetapi mengembangkan sendiri.
Langkah meniru nan hati-hati itu akhirnya bisa menyelamatkan. Di awal milenium,
krisis dotcom meledak di Amerika Serikat. Saham saham perusahaan berbasis
teknologi bertumbangan. Kekecewaan investor bahwa jaringan internet ternyata
tidak mendatangkan keuntungan seperti yang dijanjikan terbukti sudah oleh
kiamat dotcom yang datang lebih cepat. Dari sisi pendapatan krisis dotcom tahun
2000 telah menyebabkan banyak pemasang iklan tidak lagi mau percaya pada media
Internet. Satu persatu portal yang pada tahun 1999 tumbuh pesat, kini mulai
gulung tikar.
Maka awal 2001 situs situs milik para Konglomerat
Media itu kehabisan modal. Budiono dan kawan kawan bertahan dengan modal
pas-pasan setelah menutup kembali fasilitas yang di anggap tak menguntungkan.
Detikcom masih memiliki napas hasil menyisakan modal dan sedikit dari
penghasilan iklan – Oktober 2000 pendapatan iklan Detikcom mencapai lebih dari
Rp. 500 juta. Berita yang tak banyak pembacanya dan tak menarik pemasang iklan
dihentikan. Serangkaian bidang usaha baru dirilis, tahun 2003 terlihat bahwa
dari beberapa bidang usaha baru, mobile data (layanan kirim berita lewat SMS)
adalah yang paling cepat memberi hasil.
Selanjutnya, Detikcom melenggang sendirian tanpa
lawan yang berarti. Banyak pujian datang karena Detikcom salah satu dari
sedikit media yang bisa bertahan pada era industri media yang mulai bergerak ke
arah konglomerasi. Ada Kompas Gramedia, Media Group, Para Group, MNC, Jawa Pos
Group, dan Visi Media Asia.
2. Pendiri DetikCom
Hampir semua orang Indonesia yang melek internet kenal dengan Detik.com. Detik.com merupakan portal berita pertama di Indonesia yang didirikan oleh Budiono Darsono dan rekan-rekannya, Yayan Sopyan, Abdul Rahman, serta Didi Nugrahadi.
Beliau mempunyai ide untuk mendirikan Detik.com ketika terjadi krisis politik di tahun 1998. Kala itu, kantor tabloid Detik, tempat dia bekerja, diberangus bersama-sama majalah Tempo dan Editor. Dengan bermodalkan semangat, tape recorder, dan HT (Handy Talky), ia meliput peristiwa-peristiwa seputar unjuk rasa mahasiswa dan pergolakan politik, yang memang sedang marak saat itu. Liputan pertama Detik.com adalah tragedi Semanggi 1998.
Pemilihan nama Detik.com terinspirasi karena Budiono memimpikan setiap detik selalu ada berita baru yang harus dipublikasikan. “Mengapa menunggu besok? Detik ini juga,” begitulah slogan yang terpampang di blog resmi Budiono.
Masa-masa awal perjalanan Detik.com banyak menyita waktu dan tenaga Budiono. Setiap waktu harus mencari informasi, wawancara, menulis, dan posting. Sampai-sampai istri dan keluarga terlupakan. Kerja keras dan pengorbanan Budiono berbuah manis, Detik.com tetap eksis hingga saat ini, tidak seperti situs-situs berita lain seperti Satunet, Astaga, Koridor, Mandiri, yang tidak mampu bertahan. Bahkan sekarang Detik.com menjadi situs berita terbesar di Tanah Air.
Karier
1. Karier Kerja Wartawan Surabaya (1984)
2. Karier Kerja Wartawan Majalah Tempo untuk wilayah Jawa Timur (1987)
3. Karier Kerja Wartawan Biro Tempo Jakarta (1988)
4. Karier Kerja Wartawan Berita Buana (1992)
5. Karier Kerja Redaktur Pelaksana tabloid Detik pimpinan Eros Djarot (0)
6. Karier Kerja Editor Eksekutif PT Surya Citra Televisi (SCTV) (0)
7. Karier Kerja Redaktur Eksekutif Simponi (0)
8. Karier Kerja Pendiri dan Direktur Utama PT Agranet Multicitra Siberkom (Agrakom) (1998)
9. Karier Kerja Redaktur Pelaksana detikcom (0)
Manajemen DetikCom
2. Pendiri DetikCom

Nama
asli: Budiono Darsono
Nama panggilan:
Nama Populer: Budi
TTL: Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, 1 Oktober 1960.
Nama panggilan:
Nama Populer: Budi
TTL: Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, 1 Oktober 1960.
Biografi
Budiono Darsono adalah salah satu dari 4 pendiri Detik.com, media online terbesar di Indonesia. Sedangkan yang lainnya adalah Yayan Sopyan (eks wartawan Detik), Abdul Rahman (mantan wartawan Tempo), dan Didi Nugrahadi.
Budiono Darsono adalah salah satu dari 4 pendiri Detik.com, media online terbesar di Indonesia. Sedangkan yang lainnya adalah Yayan Sopyan (eks wartawan Detik), Abdul Rahman (mantan wartawan Tempo), dan Didi Nugrahadi.
Hampir semua orang Indonesia yang melek internet kenal dengan Detik.com. Detik.com merupakan portal berita pertama di Indonesia yang didirikan oleh Budiono Darsono dan rekan-rekannya, Yayan Sopyan, Abdul Rahman, serta Didi Nugrahadi.
Beliau mempunyai ide untuk mendirikan Detik.com ketika terjadi krisis politik di tahun 1998. Kala itu, kantor tabloid Detik, tempat dia bekerja, diberangus bersama-sama majalah Tempo dan Editor. Dengan bermodalkan semangat, tape recorder, dan HT (Handy Talky), ia meliput peristiwa-peristiwa seputar unjuk rasa mahasiswa dan pergolakan politik, yang memang sedang marak saat itu. Liputan pertama Detik.com adalah tragedi Semanggi 1998.
Pemilihan nama Detik.com terinspirasi karena Budiono memimpikan setiap detik selalu ada berita baru yang harus dipublikasikan. “Mengapa menunggu besok? Detik ini juga,” begitulah slogan yang terpampang di blog resmi Budiono.
Masa-masa awal perjalanan Detik.com banyak menyita waktu dan tenaga Budiono. Setiap waktu harus mencari informasi, wawancara, menulis, dan posting. Sampai-sampai istri dan keluarga terlupakan. Kerja keras dan pengorbanan Budiono berbuah manis, Detik.com tetap eksis hingga saat ini, tidak seperti situs-situs berita lain seperti Satunet, Astaga, Koridor, Mandiri, yang tidak mampu bertahan. Bahkan sekarang Detik.com menjadi situs berita terbesar di Tanah Air.
Karier
1. Karier Kerja Wartawan Surabaya (1984)
2. Karier Kerja Wartawan Majalah Tempo untuk wilayah Jawa Timur (1987)
3. Karier Kerja Wartawan Biro Tempo Jakarta (1988)
4. Karier Kerja Wartawan Berita Buana (1992)
5. Karier Kerja Redaktur Pelaksana tabloid Detik pimpinan Eros Djarot (0)
6. Karier Kerja Editor Eksekutif PT Surya Citra Televisi (SCTV) (0)
7. Karier Kerja Redaktur Eksekutif Simponi (0)
8. Karier Kerja Pendiri dan Direktur Utama PT Agranet Multicitra Siberkom (Agrakom) (1998)
9. Karier Kerja Redaktur Pelaksana detikcom (0)
Manajemen DetikCom
- Komisaris Utama: Drs Raden Suroyo Bimantoro
- Wakil Komisaris Utama: Zainal Rahman
- Komisaris:
2. Calvin
Lukmantara
- Direktur Utama: Abdul Rahman
- Wakil Direktur Utama: Budiono Darso
- Direktur Sales dan Marketing: Nur Wahyuni Sulistiowati
- Direktur Entertainment: Wishnutama Kusubandio
- Direktur IT: Andry S Huzin
- Direktur Keuangan dan HRD: Warnedy
3. Tampilan menu berita
Tampilan menu berita dari Detik.com pun
terpapar dengan rapi di atas, yakni meliputi detikNews, detikFinance, detikHot,
detiki-Net, detikSport, detikOto, detikHealth, dll. Saat mengKlik menu
detikNews misalnya, maka akan langsung membuka windows baru. Hal ini memudahkan
kita dalam memilih berita yang kita inginkan.
4. Tampilan Berita utama
Ini adalah tampilan berita utama pada halaman utama
detik.com. bagian atas mengenai berita-berita utama pada detik.com, dan pada
bagian bawah berisi synopsis dari berita-berita utama.
5. Menu daftar Iklan
Fitur ini berisi daftar iklan. Para pengunjung dapat mencari barang atau jasa yang diinginkan pada kolom search tersebut, sehingga memudahkan pengunjung untuk mencari barang yang dibutuhkan.
9. Kelebihan detik.com
6. Sajian bahasa
dan analisa berita
Detik.com selalu
menampilkan berita atau informasi dengan bahasa yang tidak begitu formal, dan
begitu pula dengan analisa berita yang ditulis tidak begitu tajam sehingga
memudahkan para pembaca untuk membacanya.
7. Kecepatan
publikasi & keakuratan isi berita
Dalam
mempublikasikan suatu berita atau informasi, Detik.com termasuk
yang paling cekatan dan cepat. Namun kadang-kadang kebenaran tentang suatu
berita yang disajikan belum tentu akurat.
8. Target pembaca
Perbedaan
desain, bahasa, dan analisa berita tersebut, mungkin memang sengaja dilakukan
untuk disesuaikan dengan target pembaca masing-masing situs berita. Jika
dilihat dari penampilan desain, bahasa dan analisa berita, target pembaca
dariDetik.com adalah kalangan Remaja atau Anak Muda.
Sedangkan Kompas.com adalah kalangan Executive Muda atau Business
Man.
9. Kelebihan detik.com
- Informasi yang cepat dalam menyampaikan informasi yang didapat dari masyarakat. Dalam hal ini update informasi dilakukan selama 24 jam.
- Berita yang dimuat, ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat.
- Mudah mengaksesnya, dan bisa dinikmati dengan berbagai macam perangkat tekhnologi baik komputer maupun telepon genggam.
- Memungkinkan interaksi pembaca melalui fasilitas forum pembaca. Sehingga masing-masing pembaca bisa saling berdiskusi atas sebuah topik.
- Didukung oleh wartawan wartawan yang memiliki tingkat profesionalisme tinggi sehingga mampu menyuguhkan berita yang bermutu.
1. Review Kompas.com
Kompas.com merupakan portal berita dan multimedia paling terkemuka dan paling
kredibel di Indonesia. Sebelumnya kompas online dikenal luas oleh masyarakat
dengan sebutan kompas Cyber Media. Kompas didirikan pada tahun 2005. Sedangkan
kompas online berdiri pada mei 2008 dengan pemutakhiran pada segi desain situs
dan mutu beritanya. Pada tahun 2011 Kompas.com mendapatkan penghargaan Silver
Awards sebagai portal Koran berita online terbaik di Asia dalam ajang Asian
Digital Media Awards
2. Sejarah Kompas
Ide awal penerbitan harian ini datang dari
Menteri/Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani, untuk mengadang dominasi pemberitaan
pers komunis. Gagasan diutarakan kepada Menteri Perkebunan saat itu Drs Frans
Seda, yang kemudian menggandeng Drs Jakob Oetama dan Mr Auwjong Peng Koen—dua
tokoh yang memiliki pengalaman menerbitkan media cetak.
Untuk mewujudkan gagasan tersebut, dibentuklah
Yayasan Bentara Rakyat pada 16 Januari 1965. Nama semula diusulkan Bentara
Rakyat. Atas usul Presiden Sukarno, namanya diubah menjadi Kompas, yang berarti
pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan rimba. Kompas terbit pertama
kali pada 28 Juni 1965 dengan tiras sebanyak 4.828 eksemplar.
Kompas sempat dua kali dilarang terbit. Pertama,
pada 2 Oktober 1965 ketika Penguasa Pelaksana Perang Daerah Jakarta Raya mengeluarkan
larangan terbit untuk semua surat kabar, termasuk Kompas, sebagai upaya agar
pemberitaan tidak menambah rasa bingung masyarakat terkait peristiwa Gerakan 30
September yang tengah berkecamuk. Kompas terbit kembali pada 6 Oktober 1965.
Pada 21 Januari 1978, Kompas untuk kedua kalinya
dilarang terbit bersama enam surat kabar lainnya. Pelarangan terkait
pemberitaan seputar aksi mahasiswa menentang kepemimpinan Presiden Soeharto
menjelang pelaksanaan Sidang Umum MPR 1978. Pelarangan bersifat sementara dan
pada 5 Februari 1978, Kompas terbit kembali.
Pada edisi perdana, Kompas terbit empat halaman
dengan 11 berita pada halaman pertama. Terdapat enam buah Iklan yang mengisi
kurang dari separuh halaman. Pada masa-masa awal berdirinya, Kompas terbit
sebagai surat kabar mingguan dengan delapan halaman, lalu terbit empat kali
seminggu, dan dalam waktu dua tahun berkembang menjadi surat kabar harian
nasional dengan tiras 30.650 eksemplar.
Sejak 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar
secara nasional. Pada 2004, tiras harian mencapai 530.000 eksemplar, sedangkan
edisi Minggu mencapai 610.000 eksemplar. Kompas diperkirakan dibaca 2,25 juta
orang di seluruh Indonesia. Dengan tiras sebesar itu, Kompas menjadi surat
kabar terbesar di Indonesia. Untuk memastikan akuntabilitas jumlah tiras, sejak
1976, Kompas menggunakan jasa ABC (Audit Bureau of Circulations) untuk
melakukan audit.
Saat ini, Kompas Cetak (bukan versi digital)
memiliki tiras rata-rata 500.000 eksemplar per hari, dengan rata-rata jumlah
pembaca mencapai 1.850.000 orang per hari yang terdistribusi ke seluruh wilayah
Indonesia.
3. Redaksi Kompas.com
Kompas.com merupakan situs berita terpercaya di
Indonesia. Diupdate secara terus menerus selama 24 jam sehari, dengan total
readership lebih dari 10 juta orang. Sedangkan tingkat kunjungan atau lebih
dikenal dengan sebutan page view, mencapai 40 juta setiap bulan.
Sebagai situs berita paling lengkap dan paling
banyak dikunjungi di tanah air, Kompas.com menyediakan jasa pemuatan iklan
melalui Internet (online advertising) yang menawarkan kreasi komunikasi
interaksi, cyber ad, yang sangat atraktif dan efektif bagi pencinta dunia maya.
Mulai dari iklan banner yang telah akrab dengan
pengguna web, Kompas.com pun memiliki berbagai jenis iklan lain yang bisa
disesuaikan dengan kebutuhan pemasang iklan, seperti iklan banner kreatif,
email blast, mini website, dan lain-lain.
Kompas.com juga memberikan layanan lain yang
berhubungan dengan Internet dan multimedia, seperti pembangunan, pengembangan
dan pemeliharaan website serta berbagai aplikasi pemrograman, baik yang
digunakan dalam website maupun untuk berbagai kebutuhan lainnya. Selama tujuh
tahun, ratusan perusahaan dalam dan luar negeri telah menggunakan jasa
Kompas.com.
Online news tak hanya bisa diakses melalui www.kompas.com,
Kompas.com juga melayani Mobile News. Para pengiklan yang ingin memasang iklan
bisa langsung berinteraksi dalam Online Advertising pada situs www.kompas.com.
Layanan tanpa batas Kompas.com juga dilengkapi dengan layanan pembuatan materi
presentasi dalam bentuk CD ROM interaktif dan multimedia.
4. Pendiri Kompas.com
- Biografi P.K. Ojong
Nama lengkapnya Petrus
Kanisius Ojong atau Auwjong Peng Koen Lahir di Bukittinggi, 25 Juli 1920,
dengan nama Auw Jong Peng Koen ia adalah salah satu pendiri surat kabar Kompas
selain Jakob Oetama. Ayahnya, Auw Jong Pauw, sejak dini giat membisikkan kata
hemat, disiplin, dan tekun kepadanya. Auw Jong Pauw awalnya petani di Pulau
Quemoy (kini wilayah Taiwan) yang kemudian merantau ke Sumatra Barat. Ojong
sudah dikaruniai anugerah tak terkira. Kelak, meski sudah menjadi juragan
tembakau, trilogi hemat, disiplin, dan tekun tetap dipedomani keluarga besar
(11 anak dari dua istri; istri pertama Jong Pauw meninggal setelah melahirkan
anak ke-7. Peng Koen anak sulung dari istri kedua) yang menetap di Payakumbuh
ini. Saat Peng Koen kecil, jumlah mobil di Payakumbuh tak sampai sepuluh, salah
satunya milik ayahnya. Artinya, mereka hidup berkecukupan.
Walau sejak di HCK Meester Cornelis dia sudah mulai menulis, pekerjaan pertama Auwjong adalah guru. Mudah dimengerti karena HCK memang sekolah calon guru. Dia memilih HCK karena biayanya murah. Kebetulan, kondisi keuangan keluarganya sepeninggal sang ayah tahun 1933 tidak terlalu baik.Selulus HCK pada Agustus 1940, ia mengajar di kelas I Hollandsch Chineesche Broederschool St. Johannes di kawasan Jakarta Kota. Saat Jepang menyerbu Hindia Belanda, sekolah-sekolah ditutup. Seperti guru-guru lain, Auwjong kehilangan mata pencaharian. Tamatlah kariernya di bidang pendidikan. Waktu bergulir, Auwjong makin lihai memainkan pena. Kepercayaan besar datang, menyusul pengangkatannya sebagai redaktur pelaksana Star Weekly. Di tengah kesibukan mencari berita, dia menyempatkan diri menimba ilmu di Rechts Hoge School (RHS), kini Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dia juga aktif membantu kegiatan berbau sosial yang diadakan Sin Ming Hui (kini Candra Naya), perkumpulan sosial yang didirikan Khoe Woen Sioe dan Injo Beng Goat. Sin Ming Hui didirikan untuk menyalurkan ketidakpuasan mereka pada para pemuka Tionghoa yang tua-tua dan kaya-raya. Khoe dan Injo merasa para pemuka itu tidak membela orang-orang yang diwakilinya. Khoe dan Injo dikenal sebagai duo antikomunis. Injo Beng Goat bahkan pernah berpidato di corong RRI, menganjurkan golongan Tionghoa selalu mendukung RI. Kelak, Sin Ming Hui menjadi pencetus lahirnya sejumlah organisasi sosial, di antaranya RS Sumber Waras dan Universitas Tarumanegara, Jakarta.
Tahun 1951, Auwjong lulus RHS. Ia segera diangkat menjadi pemimpin redaksi Star Weekly. Ia meminta para ahli menulis tentang masalah yang hangat. Saat Amerika meledakkan bom hidrogen, misalnya, Auwjong mencari orang yang bisa menjelaskan secara populer kepada pembaca. Agar ceritanya tidak terlalu ilmiah, dia menyiapkan dulu pertanyaan-pertanyaan yang lazim muncul di benak awam, kemudian menerjemahkan keterangan rumit si ahli tadi. Auwjong sangat ahli dalam soal seperti ini. Sebagai pengasuh rubrik tetap, dipilih mereka yang benar-benar ahli. Umpamanya, ruang pajak diasuh Mr. Sindian Djajadiningrat, Direktur Jenderal Iuran Negara saat itu. Sedangkan Prof. Poorwo Soedarmo, dokter ahli gizi yang memperkenalkan konsep "Empat Sehat Lima Sempurna", mengasuh ruang gizi.
Auwjong termasuk kutu buku. Buku hariannya penuh judul buku, tanggal, dan harga pembeliannya. Bahkan, selama perjalanan berangkat atau pulang kantor pun ia memelototi bacaan. Dari koleksi bukunya, tercermin luasnya minat Auwjong. Mulai yang berbau hukum, sejarah, kesenian, kesusasteraan, kebudayaan, sosiologi, sains, jurnalistik, filsafat, cerita kriminal, psikologi, tanaman, kesehatan, hingga buku masakan. Cerita tentang Perang Eropa dan Pasifik yang dimuat Star Weekly tahun 1950-an merupakan buah kesukaan Auwjong membaca. Sebagai pimpinan majalah yang cukup disegani, Auwjong tak bisa menutup mata dari aktivitas berbau politik. Akhir 1953, dia termasuk orang yang prihatin pada nasib golongan Tionghoa peranakan yang terancam kehilangan kewarganegaraan Indonesianya.
Waktu itu, pemerintah membuat RUU yang menganggap
peranakan Tionghoa di Indonesia memiliki kewarganegaraan rangkap. Kalau mau
menjadi WNI, mereka harus aktif menolak kewarganegaraan RRC. Aturan ini sangat
tidak menguntungkan buat peranakan Tionghoa yang tinggal di pelosok dan tidak
terpelajar. Puncaknya, dalam pertemuan di Gedung Sin Ming Hui, berkumpul
sejumlah tokoh peranakan Tionghoa, di antaranya Siauw Giok Tjhan, Tan Po Goan,
Tjoeng Tin Jan, Tjoa Sie Hwie (keempatnya angota parlemen), Yap Thiam Hien, Oei
Tjoe Tat. Mereka membentuk panitia yang bertugas meneliti masalah kewarganegaraan
Indonesia bagi keturunan Tionghoa dengan Siauw Giok Tjhan.
- Biografi Jakob Oetama
Jakob Oetama adalah seorang pria kelahiran Magelang
Jawa tengah yang merupakan salah satu pendiri surat kabar Kompas. Putra dari
seorang pensiunan guru ini tumbuh besar di daerah Yogyakarta. Begitu lulus dari
SMA Seminari di Yogyakarta, Jakob sempat berprofesi sebagai guru SMP di dua
sekolah yaitu SMP Mardiyuwana (Cipanas, Jawa Barat) dan SMP Van Lith di
Jakarta. Pada tahun 1955, sebelum ia mengambil pendidikan Ilmu Sejarah di
sekolah Guru, Jakarta, Jakob sempat bekerja sebagai redaktur Mingguan Penabur Jakarta.
Ia melanjutkan studinya dalam bidang jurnalisme dengan mengambil pendidikan di Perguruan Publisistik Jakarta dan Jurusan Publisistik di universitas Gajah Mada Yogyakarta. Pada tahun 1963, bersama P.K. Ojong terilhami oleh majalah Reader’s Digest asal Amerika dan mendirikan majalah yang bernama Intisari yang bertemakan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi. Majalah yang terbit setiap satu bulan sekali itu pertama kali secara resmi diterbitkan pada bulan Agustus 1963. Dua tahun setelah majalah intisari terbit, tepatnya pada tanggal 28 Juni 1965, Jakob dengan ojong kembali bekerja sama dalam mendirikan sebuah surat kabar harian yang diberi nama Kompas.
Pria yang mendapatkan gelar doctor honoris causa ke-18 Universitas Gajah Mada ini terkenal akrab dengan banyak rekan wartawan senior seperti Adinegoro, Padad Harahap, Kamis Pari, Mochtar lubis, dan Rosihan Anwar. Jakob mengatakan bahwa mereka semua memiliki jiwa humaniora dan prinsip jurnalistik yang amat teguh dan hal tersebut lah yang membuatnya terinspirasi hingga mampu menjadikan dirinya seperti sekarang. Di bawah kepemimpinan Jakob, kini Kompas Gramedia Group telah berkembang pesat hingga kini mempunyai ratusan toko buku, percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, event organizer, stasiun televisi hingga perguruan tinggi.
Ia melanjutkan studinya dalam bidang jurnalisme dengan mengambil pendidikan di Perguruan Publisistik Jakarta dan Jurusan Publisistik di universitas Gajah Mada Yogyakarta. Pada tahun 1963, bersama P.K. Ojong terilhami oleh majalah Reader’s Digest asal Amerika dan mendirikan majalah yang bernama Intisari yang bertemakan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi. Majalah yang terbit setiap satu bulan sekali itu pertama kali secara resmi diterbitkan pada bulan Agustus 1963. Dua tahun setelah majalah intisari terbit, tepatnya pada tanggal 28 Juni 1965, Jakob dengan ojong kembali bekerja sama dalam mendirikan sebuah surat kabar harian yang diberi nama Kompas.
Pria yang mendapatkan gelar doctor honoris causa ke-18 Universitas Gajah Mada ini terkenal akrab dengan banyak rekan wartawan senior seperti Adinegoro, Padad Harahap, Kamis Pari, Mochtar lubis, dan Rosihan Anwar. Jakob mengatakan bahwa mereka semua memiliki jiwa humaniora dan prinsip jurnalistik yang amat teguh dan hal tersebut lah yang membuatnya terinspirasi hingga mampu menjadikan dirinya seperti sekarang. Di bawah kepemimpinan Jakob, kini Kompas Gramedia Group telah berkembang pesat hingga kini mempunyai ratusan toko buku, percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, event organizer, stasiun televisi hingga perguruan tinggi.
5. Fitur-fitur
Kompas.com menampilkan
menu-menu berita yang hampir sama dengan Detik.com, yakni Nasional,
Regional, Internasional, Megapolitan, Bisnis & Keuangan, Kesehatan,
Olahraga, dll. Saat mengKlik menu berita, pada Kompas.commaka secara
otomatis membuka windows baru seperti pada Detik.com.
Berita
headline yang ada pada Kompas.com ditampilkan di tengah-tengah dengan
gambar yang cukup besar. Sedangkan berita Terkini dan Topik pilihan dibawahnya
berita Headline. Memanjang ke bawah, lengkap dengan berita paling baru dan
pilihan kategori-kategori (kanal-kanal) berita seperti yang ada pada header di
menu home seperti News, Ekonomi, Bola, Dll. Lalu di bawah Headline, terdapat
berita Pilihan Editor yang hadir dalam bentuk potongan gambar sehingga lebih
terlihat menarik. Di sebelah kanan Headline disimpan iklan-iklan seperti iklan
sepatu, tas, dll.
Untuk
memberikan kenyamanan pembaca, berita Terkini dan Pilihan Editor dilengkapi
dengan pengaturan rubrik berita. Dengan mengklik tombol “Edit”, pembaca
bebas memilih rubrik apa saja yang ingin ditampilkan di Pilihan Editor
maupun di berita Terkini. Sangat personal, sehingga berita yang kurang diminati
tidak lagi memenuhi halaman utama Kompas.com.
Tampilan menu awal Kompas.com
Tampilan
dibawah Headline
Pada tahun tersebut juga mulai
ditampilkan channel-channel atau kanal-kanal di halaman depan Kompas.com.
Kanal-kanal ini didesain sesuai dengan tema berita dan membuat setiap
pengelompokan berita memiliki karakter. Kanal-kanal tersebut antara lain
adalah:
- KOMPAS Female
Memuat
informasi seputar dunia wanita: tips-tips seputar karier, kehamilan, trik
keuangan serta informasi belanja.
- KOMPAS Bola
Tempat
akurat untuk mengetahui update skor, berita seputar tim dan pertandingan sepak
bola.
- KOMPAS Health
Berisi
tips-tips dan artikel tentang kesehatan, informasi medis terbaru, beserta fitur
informasi kesehatan interaktif.
- KOMPAS Tekno
Mengulas
gadget-gadget terbaru di pasaran, menampilkan review produk dan beragam berita
teknologi.
- KOMPAS Entertainment
Menyajikan
berita-berita selebriti, ulasan film, musik dan hiburan dalam dan luar negeri.
- KOMPAS Otomotif
Menampilkan
berita-berita seputar kendaraan, trend mobil dan motor terbaru serta tips-tips
merawat kendaraan.
- KOMPAS Properti
Memuat
direktori lengkap properti dan artikel tentang rumah, apartemen serta tempat
tinggal.
- KOMPAS Images
Menyajikan
foto-foto berita berkualitas dalam resolusi tinggi hasil pilihan editor foto KOMPAS.com.
- KOMPAS Karier
Kanal
yang tak hanya berfungsi sebagai direktori lowongan kerja, namun juga sebagai
one-stop career solution bagi para pencari kerja maupun karyawan.
6. Desain
dan Fitur Baru
Pada
tahun 2013, Kompas.com kembali melakukan perubahan yaitu, tampilan
halaman yang lebih rapi dan bersih, fitur baru yang lebih personal dan
sekaligus menambahkan teknologi baru yaitu Responsive Web Design.
Responsive
Web Design di halaman baru Kompas.com memungkinkan pembaca dapat
menikmati Kompas.comdiberbagai format seperti desktop PC, tablet hingga
smartphone dalam satu desain halaman. Setiap
orang memiliki preferensi dan kebutuhan berita yang berbeda. Kompas.com mencoba
memahami kebutuhan pembaca yang beragam dengan menghadirkan fitur
Personalisasi. Jadi, pembaca dapat dengan mudah memilih sendiri berita apa yang
ingin mereka baca.
7. Komunitas
KOMPAS.com juga
telah menciptakan komunitas menulis dengan konsep citizen journalism dalam
Kompasiana. Setiap anggota Kompasiana dapat mewartakan peristiwa, menyampaikan
pendapat dan gagasan serta menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan, gambar
ataupun rekaman audio dan video. Kompasiana juga melibatkan kalangan jurnalis
Kompas Gramedia dan para tokoh masyarakat, pengamat serta pakar dari berbagai
bidang, keahlian dan disiplin ilmu untuk ikut berbagi informasi, pendapat dan
gagasan. Kompasiana, yang setiap hari melahirkan 300 hingga 400 tulisan telah
berhasil membangun komunitas jurnalisme warga yang mencapai 50.000 anggota.
Sebagai
portal berita yang mengikuti perkembangan teknologi terkini, kini selain bisa
diakses melalui handphone atau dapat diunduh sebagai aplikasi gratis di
smartphone BlackBerry, KOMPAS.com juga tampil dalam format iPad dan
akan terus tumbuh mengikuti teknologi yang ada.
- Penghargaan Cerpen “Kompas” : Merupakan aktivitas yang dilakukan Harian Kompas dalam mendukung kesusastraan Indonesia melalui penghargaan yang sudah berlangsung semenjak tahun 1992.
- Dana Kemanusiaan “Kompas” (DKK) : Merupakan aktivitas pengumpulan dana untuk kemanusiaan yang aset tahunannya diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Leonard, Mulia & Richard. Dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan, Kompas tidak pernah mendiskriminasi para penerimba bantuan baik dari segi etnis, agama, gender, maupun usia/umur. Dalam menentukan kebutuhan dan pengalokasikan dana, harus melalui Dewan Pengawas DKK.
- Milis Forum Pembaca Kompas (milis FPK) : Milis ini dibentuk oleh salah seorang pembaca Kompas bernama Agus Hamonangan pada tanggal 30 Juli 2004. Selain sebagai pendiri, Agus Hamonangan juga aktif sebagai moderator. Selain pembaca Kompas, milis tersebut juga dilanggani oleh karyawan Kompas terutama bagian redaksi. Karena lahir dari komunitas, maka pengelolaannya juga dilakukan oleh komunitas secara sukarela, pihak Kompas tidak mengelola secara langsung. Milis yang beranggotakan lebih dari 11.000 orang lebih ini beralamat di Forum-Pembaca-Kompas.
- Diskusi Panel Forum Pembaca Kompas (FPK) atau yang juga biasanya disebut Kompas Audience Engagement(KAE). Merupakan aktivitas resmi yang diselenggarakan oleh pihak Kompas yang melibatkan pelanggan dan penulis artikel. Kegiatan ini telah berlangsung dari tanggal 22 Juni 2002 dan saat ini (31 Oktober 2011) telah dilakukan di sepuluh (10) kota besar di Indonesia. Kota tempat aktivitas FPK adalah Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar dan Bali.
- Kompas Muda : adalah komunitas pembaca Harian Kompas yang masuk kategori muda. Kompas Muda terdiri dari Siswa-siswi Sekolah Menengah Umum (SMU) dan sederajat yang memiliki aktivitas bersama. Salah satu aktivitasnya adalah mengisi rubrik Kompas Muda di harian Kompas. Selain mengisi rubrikasi, aktivitas Kompas Muda yang berawal dari proses rekrutmen juga merambah ke berbagai kompetisi dan ajang kreativitas lainnya. Para pelajar yang berkumpul dalam komunitas Kompas Muda biasanya disebut dengan nama ‘Mudaers’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar